Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Santo Darmosumarto (Kiri), mengadakan pembicaraan dengan Keo Rattanak, Menteri Pertambangan dan Energi Kamboja, di kantor kementerian tersebut di Phnom Penh, pada tanggal 25 Juni. Kementerian Pertambangan
Dalam apa yang bisa menjadi salah satu momen penting dalam hubungan Kamboja dan Indonesia adalah upaya kedua pemerintah untuk meningkatkan sinergi energi regional antara kedua negara.
Pada akhir Juni tahun ini, Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, bertemu dengan Menteri Pertambangan dan Energi Kamboja, Keo Rattanak, untuk mendiskusikan berbagai cara dan sarana untuk menjajaki kolaborasi energi regional.
Diskusi difokuskan pada identifikasi dan pemetaan potensi cadangan mineral di Kamboja, dengan penekanan pada peningkatan kerja sama energi strategis kedua negara. Meskipun batu bara masih menjadi komoditas perdagangan utama antara kedua negara, Duta Besar Santo dan Rattanak ingin memanfaatkan potensi besar dalam memperluas kerja sama mereka ke sumber daya energi baru dan terbarukan, yang sejalan dengan komitmen bersama Indonesia dan Kamboja untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon.
“Indonesia berdedikasi untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan di Kamboja, seperti energi hidro dan surya,” kata Duta Besar Santo, seraya menambahkan, ”Kami juga ingin belajar lebih banyak dari Kamboja, yang telah berhasil mengalihkan sebagian besar kebutuhan energinya ke energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.”
Selain itu, diskusi juga membahas keamanan energi regional dengan Rattanak yang meminta dukungan Indonesia dalam mewujudkan inisiatif ASEAN Power Grid.
Energi merupakan hal yang penting bagi kedua negara, dan pembangunan yang berkelanjutan dan merata di sektor ini merupakan kunci bagi pertumbuhan kedua belah pihak. Oleh karena itu, Kamboja dan Indonesia menegaskan kembali komitmen mereka untuk lebih memperkuat kerja sama di sektor energi dan mineral.
Indonesia telah memilih untuk mengejar implementasi kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai produk buatan dalam negeri dengan harapan dapat mempercepat transformasi ekonomi di masa depan.
Dalam Forum ASEAN & Asia ke-16 yang baru saja berakhir di Singapura, Wakil Menteri Keuangan Indonesia Suahasil Nazara mengatakan, “Kita tidak boleh menganggap hilirisasi secara ketat sebagai larangan ekspor sumber daya mineral. Perlu diingat bahwa kebijakan ini adalah sarana untuk menciptakan nilai tambah di sektor pertambangan mineral dan logam.”
Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk bahan mineral, yang keberadaannya akan semakin berarti di masa depan, katanya.
Mengindikasikan investasi bilateral dan asing, Nazara menekankan bahwa Indonesia selalu terbuka bagi para pelaku bisnis yang ingin berinvestasi di sektor hilir untuk memperkuat industri mineralnya.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk menarik investasi untuk mendanai pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengintensifkan penggunaan energi baru dan terbarukan.
“Semua upaya ini bertujuan untuk memenuhi dua janji Indonesia kepada dunia, yaitu mencapai target yang dicanangkan dalam NDC (Nationally Determined Contribution) pada tahun 2030 dan mewujudkan net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi,” tegasnya.
Indonesia kaya akan sumber daya komoditas, terutama batu bara, gas alam, logam, serta hasil tambang dan pertanian lainnya. Sejalan dengan penegasan ini, pembicaraan Kamboja dan Indonesia untuk meningkatkan kolaborasi energi regional menjadi sangat penting.
Rencana Induk Pengembangan Tenaga Listrik Kamboja 2022-2040 (2022) memperkirakan pertumbuhan permintaan puncak sekitar 7,5 persen/tahun menjadi 8,9 GW pada skenario menengah, termasuk penghematan 18 persen dibandingkan dengan proyeksi BaU (Business as Usual). Sekitar 63 persen dari bauran kapasitas tenaga listrik akan bersumber dari energi terbarukan pada tahun 2040. Hal ini menegaskan bahwa tidak akan ada pembangkit listrik tenaga batu bara baru kecuali yang telah memiliki izin.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Dewan Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, “pasokan yang tidak mencukupi, harga listrik yang tinggi dan ketidakamanan jaringan listrik membuat Kamboja menjadi pasar yang sangat cocok untuk inisiatif efisiensi energi. Rencana Strategis Perubahan Iklim Kamboja (CCCSP) menekankan pentingnya efisiensi energi di sektor perumahan dan real estate.
Sebelumnya dalam pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup Eang Sophalleth pada awal tahun ini, Duta Besar Santo menyampaikan keinginan negaranya untuk mengembangkan kerja sama di bidang energi baru dan terbarukan. Meskipun energi terbarukan telah menyumbang lebih dari separuh pasokan energi Kamboja, beliau percaya bahwa masih ada ruang yang cukup besar untuk kerja sama di bidang ini, misalnya, melalui proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air berbasis masyarakat. Hal ini akan membuka peluang baru untuk lebih meningkatkan kerja sama ekonomi antara kedua negara setelah 65 tahun hubungan diplomatik.
“Terdapat ruang yang potensial untuk pertukaran dalam program-program berbasis masyarakat untuk memberdayakan usaha kecil dan menengah, misalnya, untuk mengubah sampah menjadi barang berharga seperti kerajinan tangan dan pakaian jadi,” ujar Duta Besar Santo.
Berbicara kepada Khmer Times, Duta Besar RI mengatakan bahwa ia percaya bahwa Kamboja dan Indonesia masih memiliki banyak potensi dan dapat bergandengan tangan untuk mendorong hubungan dan kerja sama yang lebih baik lagi, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan.
Namun, Duta Besar juga melihat adanya tantangan yang harus diatasi oleh kedua negara untuk menuju hubungan diplomatik yang lebih kuat. Dimulai dari aspek yang paling mendasar, yaitu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat kedua negara terhadap satu sama lain.
“Tantangan terbesar, menurut saya, adalah kurangnya pengetahuan tentang satu sama lain,” jelasnya. “Orang Kamboja mengenal orang Indonesia sebagai bagian dari sejarah mereka. Orang Kamboja mengenal Indonesia pada tahun 1990-an, dengan proses perdamaian, Pertemuan Informal Jakarta, dan pasukan penjaga perdamaian Indonesia di UNTAC (Otoritas Transisi PBB di Kamboja).
Tentu saja, kami senang bahwa hal tersebut dipegang teguh oleh rakyat Kamboja. Namun kini, setelah 30 tahun berlalu, hubungan tersebut berada pada tingkat yang berbeda, dan kami dituntut untuk mengejar kerja sama di bidang lain, seperti ekonomi dan pendidikan.”
Sumber Asli: https://www.khmertimeskh.com/501542712/indonesia-cambodia-give-fresh-impetus-to-strategic-energy-cooperation/
Comentarios